Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21

 

Pajak Penghasilan atau PPh salah satu jenis dari sekian jenis pajak yang berlaku di Indonesia, dan cukup popular di kalangan masyarakat Indonesia. Walau begitu, tidak banyak yang benar-benar memahami tata cara perhitungan PPh 21, dan juga tarif yang berlaku di setiap jengjang penghasilan. Tarif PPh pasal 21 tergolong sebagai tarif progresif, yang mana artinya adalah semakin tinggi pengasilan seseorang tentu tarif yang dikenakan atas penghasilannya juga semakin besar.

Dilansir dari situs pajak.net berikut ini tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Penghasilan yang dijadikan patokan dibulatkan ke bawah. Merujuk pada Peraturan DIrektur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015, tariff PPh 21 bagi yang memiliki NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak adalah sebagai berikut,

  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50 juta tarif yang berlaku 5%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta tarif yang berlaku 15%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 250 hingga Rp 500 juta adalah 25%
  • Wajib pajak dengan penghasilan tahunan di atas Rp 500 juta adalah 30%

Sedangkan bagi mereka wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, dikenai tariff 20% lebih tinggi daripada mereka yang sudah memiliki NPWP dengan rincian sebagai berikut,

  • Bagi mereka yang mempunyai penghasilan dan tidak atau belum memiliki NPWP, akan dikenakan pemotongan PPh pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap wajib pajak yang sudah memiliki NPWP
  • Jumlah PPh pasal 21 sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh 21 yang bersifat tidak final.
  • Bagi mereka, karyawan tetap atau penerima dana pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi seperti yang tertuang pada aya (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pokok (NPWP) dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh pasal 21 unutk masa pajak Desember. PPh pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Selisih 20% bukanlah jumlah yang sedikit. Wajib pajak yan belum memiliki NPWP tentu harus mengetahui konsekuensi ini. Bisa saja, pihak Jenderal Pajak memberlakukan ketentuan yang demikian untuk mendoron para wajib pajak untuk mendaftarkan diri ke kantor pajak dan untuk mendapatkan NPWP. Sehingga untuk bagi pihak Jenderal Pajak akan lebih mudah dalam memantau dan mengawasi orang perorang untuk tertib dalam membayar pajak.

Akan lebih mudah penghitungan pajak penghasilan seperti ini bila dibantu dengan software khusus krishand payroll yang bisa dimanfaatkan bagi mereka yang bekerja mengurusi kompensasi dan benefit bagi para karyawan. Dengan software payroll, akan mempersingkat proses penghitungan dan serta menghemat waktu dan juga alokasi energi, yang bisa digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan lainnya.

Software Krishand Payroll ini telah dilengkapi dengan fitur yang sangat membantu seperti kompatibilitas dengan berbagai mesin fingerprint, sehingga data absensi karyawan bisa langsung terkonversi dengan lengkap. Kemudian keakuratan penghitungan yang real time dan dapat mendeteksi perbedaan jammasuk dan jam pulang di hari yang berbeda. Kemudian juga mudah digunakan karena tampilan yang friendly user, dan hasil laporan yang dibuat teratur dan sesuai urutan. Dan juga dalam software ini bukan hanya berisi software absensi saja namun juga terintegrasikan dengan software payroll sehingga memudahkan penghitungan upah, tunjangan serta PPh 21 untuk karyawan.