Yang Wajib Diktetahui Dari Kebijakan Ketenagakerjaan Terkait Lebaran 2017

Libur nasional dalam rangka memperingati hari raya Idul Fitri tahun 2017 memang telah lama usai. Namun, dari apa yang didapat dari ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan pemerintah, dalam hal ini adalah menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi mengenai ketentuan dan jumlah hari yang ditetapkan menjadi cuti bersama serta ketentuan pemberian THR bagi para pekerja.

Pasti di setiap kebijakan atau aturan yang baru dikeluarkan, mengundang pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Termasuk ketika penetapan dan ketentuan hari libur nasional dan cuti bersama lebaran 2017. Presiden telah menetapkan dalam Kepetusan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 penambahan jadwal cuti bersama yakni di tanggal 23 Juni yang sebelumnya terhitung dari 27, 28, 29 dan 30 Juni 2017. Penambahan cuti ini mempertimbangkan saran dari Polri bahwa bertujuan untuk mengurai kemacetan pada tanggal 24 Juni 2017.

Namun, sepertinya penambahan ini tidak begitu mempertimbangkan aspek industrial dan masukan dari pengusaha. Banyak kalangan pengusaha yang mengeluhkan penambahan cuti bersama tersebut. Mereka mengeluhkan harus menambah budget untuk pembayaran lembur karyawan untuk mempertahakan produksi.

Di sisi karyawan sendiri, pada dasarnya kebijakan ini juga tak selalu menggembirakan. Karena mau tidak mau harus mengambil dan menjalani cuti di hari hari tersebut dan mengurangi jatah cuti tahunan masing-masing. Padahal di sisi lain banyak yang tidak merayakan lebaran, tapi mau tidak mau harus tetap ambil cuti. Tentu yang demikian tidak tepat.

Selain itu, cuti bersama tahun ini juga tidak mengurangi jatah cuti tahunan untuk Pegawai Negeri Sipil. Keputusan demikian sarat akan penilaian ketidakadilan pemerintah dalam memberikan kebijakan dan cenderung membeda-bedakan antara karyawan swasta dan PNS. Keputusan ini pun dinilai juga memberikan beban lebih bagi pemerintah untuk menggajij PNS, padahal gaji para PNS berasal dari APBN yang bersumber dari pajak yang dibayar oleh masyarakat.

Kemudian yang tidak kalah penting adalah kebijakan baru yang ditetapkan oleh Kemenaker melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor xxxx. Poin yang menjadi sorotan adalah ketentuan yang menjelaskan mengenai pekerja atau karyawan yang tidak mendapat tunjangan hari raya keagamaan dikarenakan sudah tidak bekerja menjelang hari raya.

Pada ketentuan ini rawan sekali tindak permainan mengenai kontrak kerja karyawan yang pada akhirnya tidak dibayarkannya uang THR. Dalam arti perusahaan yang memiliki wewenang dalam menentukan durasi kontrak kerja dengan para karyawannya, bila merujuk pada ketentuan ini dimungkinkan bisa menentukan batas akhir kontrak menjelang hari raya Idul Fitri. Dengan tujuannya adalah untuk tidak membayarkan tunjangan hari raya untuk para karyawannya.

Karyawan yang telah tidak bekerja dalam alasan apapun termasuk habisnya kontrak kerja, merujuk pada aturan tersebut tidak akan mendapatkan tunjangan hari raya walaupun kontrak habis menjelang hari raya semisal H-7 lebaran. Tentu yang seperti ini sangat merugikan karyawan. Bila pihak perusahaan juga diprotes oleh para karyawannya, maka dengan dalih aturan ini, mereka bisa lolos dari kewajibannya membayarkan THR.

Apabila ketentuan ini berlanjut dan berlaku pada tahun di depan di tahun 2018, tentu akan berpotensi memicu banyak permasalahan baru yang sebenarnya masih bisa untuk dicegah. Banyak pihak yang meyayangkan kebijakan tersebut, dan bagi karyawan sendiri tentu bukan suatu berita yang bagus.

Dari sisi karyawan atau pekerja juga harus jeli dalam membaca draft kontrak yang diajukan dan memang harus memahami hari-hari penting nasional seperti haya raya Idul Fitri. Dengan memiliki pemahaman dan kesadaran yang lebih, mereka bisa lebih kritis dan lebih bijaksana dalam menyetujui draft kontrak, dan meminimalisir kemungkinan kerugian di masa depan.

Selain ketentuan pada pembayaran Tunjangan Hari Raya, yang perlu diperhatikan juga mengenai cuti lebaran. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa dengan kebijakan cuti bersama seperti itu semakin mengurangi keleluasaan yang merupakan hak karyawan untuk mengambil cuti sesuai dengan kebutuhannya hanya karena harus mengikuti maunya pemerintah saja. Ke depan bila terjadi hal-hal yang mengharuskan para pekerja mengambil cuti, menjadi sangat tarbatas bahkan tidak dapat sama sekali harus kuota cuti yang diberikan sudah habis terpangkas karena cuti bersama.

Apakah yang demikian akan berlaku di tahun berikutnya?

 

sumber gambar : inovasee.com