Sudah suatu rahasia umum, di manapun kasus-kasus yang terjadi di Indonesia, yang menyangkut Ketenagakerjaa, pasti dalam lingkup domain hubungan industrial. Hubungan industrial dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakejaa passal, diartikan sebagai suatu sistem
hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam suatu proses produksi barang dan atau jasa yang terdiri dari pengusaha,pekerja dan pemerintah yang berdasarkan atas
nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hubungan industrial merupakan suatu upaya atau usaha yang terwujud dalam langkah-langkah kongkrit dari pihak-pihak yang terlibat di dalamnya dengan tujuan membentuk suatu iklim kerja yang kondusif dan sebagai sarana penyaluran kepentingan.
Keharmonisan hubungan industrial mutlak diperlukan, untuk menunjang berjalannya roda perusahaan, terutama hubungan antara perusahaan dan pekerja.
Pihak perusahaan selaku pihak pemberi kerja, seyogyanya bisa memberikan suatu iklim kerja yang kondusif jauh dari situasi konflik. Dalam menciptakan kondisi demikian, perlunya
suatu pemahaman dan kesadaran penuh akan pentingnya hubungan industrial yang harmonis dan kondusif. pada akhirnya terwujudnya situasi yang kondusif akan sama-sama memberikan keuntungan baik bagi pekerja maupun perusahaan.
Sayangnya, banyak dari pihak perusahaan, yang terkadang kurang begitu menghiraukan aspek hubungan industrial. Hanya sebatas memahami bahwa perusahaan bisa bergerak maju dengan adanya andil dari pihak pekerja, tanpa mengindahkan bagaimana menjalin hubungan dengan mereka dan membina suatu kelekatan dengan pekerja.
Kecenderungan memperlakukan pekeja sebagai sarana produksi, tanpa melihat ‘sisi lain’ pekerja sebagai seorang manusia, tak jarang menimbulkan konflik vertikal antara pekerja dengan perusahaan yang justru merugikan perusahaan itu sendiri. Bahkan pada akibat yang lebih lanjut, kepuasan kerja karyawan yang semakin menurun, hingga berimbas pada kinerja pada level invidiu dan kelompok, yang pada akhirnya bermuara pada menurunnya produktifitas perusahaan.
Untuk itu perlu suatu usaha mewujudkan suatu iklim kerja yang kondusif selain dari sisi kondisi kerja secara fisik memadai dan juga dari sisi ‘psikologis’ lingkungan kerja yang mendukung melalui hubungan industrial yang harmonis.
Ada beberapa kiat atau strategi guna menjalin suatu hubungan industrial yang harmonis, di antaranya adalah sebagai berikut,
- Pahami para karyawan
Bagaimanapun juga karyawan adalah manusia, yang memiliki hasrat, rasa dan pikiran, yang tentu tidak bisa diperlakukan seperti benda pasif. Memahami karyawan sekilas begitu sederhana, namun berdampak besar. Ketika perusahaan mampu berempati atas apa yang karyawan mereka alami, memahami setiap apa yang mereka sampaikan dan harapkan, dan benar-benar menjadi ‘pendengar’ yang baik bagi mereka, maka dengan sendirinya akan muncul suatu kenyaman kerja, yang tentu akan berdampak positif atas kinerja mereka.
- Komunikasi yang terbuka
Komunikasi terbuka dalam konteks ini diartikan dengan adanya kesempatan dan sarana terutama bagi para karyawan atau pekerja untuk menyampaikan aspires mereka secara terbuka, tanpa ada intimidasi maupun tekanan dan paksaaan apapun. Pihak perusahaan memang mempunyai wewenang penuh dalam mengkofigurasi pola komunikasi vertikal dari atas ke bawah. Namun bukan berarti pembungkaman aspirasi dari para pekerja/karyawan. Di samping itu, tidak ada hal-hal yang sengaja ditutup-tutupi oleh pihak perusahaan, terlebih itu menyangkut keberlangsungan pekerja ke depannya.
- Penuhi segala hak-hak karyawan
Perselisihan dalam hubungan industrial sebagian besar dipicu oleh tidak dipenuhinya hak-hak karyawan sesuaai ketentuan yang berlaku atau sesuai perjanjian kerja yang telah disepakati. Perusahaan tidak boleh main-main mengenai hak karyawan. Isu seperti upah, tunjangan hari raya, jaminan sosial, bahkan pesangon merupakan isu yang sensitif. Sejauh hak-hak karyawan tidak pernah terpenuhi sebagaimana mestinya, maka perselisiihan akan terus bermunculan.
Selain membangun hubungan yang harmonis dalam lingkup internal yakni dengan para karyawan, menjalin hubungan dengan pemangku kebijakan (pemerintah) juga penting, mengingat perusahaan berada dan beroperasi dalam wilayah hukum. Melanggar ketentuan-ketentuan yang mengakibatkan rusaknya hubungan dengan pemerintah, sama saja dengan menghentikan laju perusahaan. Mengikuti segala peratuan yang berlaku akan menjadi suatu opsi terbaik ketika mendambakan hubungan industrial yang harmonis baik dengan pekerja maupun pemerintah.