Memiliki Karyawan Milenial, Kenapa Tidak?

Karyawan ibarat mesin yang menjalankan suatu kendaraan yang bernama organisasi perusahaan. Dari mereka terdiri dari bagian mesin utama, bagian pendukung, komponen-komponen yang dibutuhkan. Dan seorang pimpinan adalah driver yang menentukan laju kendaraan ke arah mana. Lalu HRD, bisa diibaratkan sebagai pelumas agar semua bagian dan komponen bisa berjalan dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Karyawan adalah hal yang penting dan merupakan aset bagi suatu perusahaan. Sebagai motor penggerak utama, memegang peranan yang determinan. Demi menjamin agar para karyawan mampu membawa pengaruh dan dampak yang positif, pihak perusahaan harus rajin-rajin memberikan perhatian kepada mereka. Ibarat seorang driver yang begitu perhatian kepada kendaraan yang dia bawa, rutin perawatan, dibersihkan dan sebagainya sehingga dapat berjalan dengan baik dan sampai tujuan dengan selamat. Terlebih bila kendaraannya  dia punya memiliki mesin yang tergolong baru dan komponen-komponen yang anyar. Harus ada treatment berbeda bukan?

Mesin yang baru sama halnya dengan para karyawan yang masih tergolong fresh, yang identic dengan muda, energik dan penuh kreatifitas, yang kebanyakan yang seperti ini adalah mereka yang berasal dari generasi milenial. Generasi milinel adalah mereka yang lahir di akhir tahun 80 dan 90an , dan memasuki tahun-tahun 2017 ini mereka termasuk dalam angkatan kerja.

Mempunyai karyawan generasi milineal, kenapa tidak? Mereka terkenal dengan ambisi yang tinggi, idealisme individu, kreatif dan passionate. Tentu bila perusahaan mempunyai karyawan yang demikian akan memiliki nuansa bari yang lebih fresh, terlebih bagi perusahaan-perusahaan yang tergolon senior dan membutuhka pembaharuan.

Lalu, bagaimana kiat bagi perusahaan dan para praktisi HRD dalam menghandle mereka para generasi milenial agar dapat berkembang dan berkontribusi dengan maksimal? Hampir semua orang juga setuju, bahwa generasi milenial dibalik semua atribut positif yang melekat pada mereka, aspek seperti loyalitas yang rendah dan cenderung kutu loncat, daya juang yang rendah, mental yang belum matang, dan tidak menyukai proses.  Mungkin ada aspek lain yang belum tersebutkan.

Nah, yang demikian harus menjadi perhatian pertama dan utama bagi perusahaan dan para HRD dalam menangani dan mengelola karyawan milenialnya. Lalu adakah kiat-kiat yang cukup solutif untuk mengatasinya?

Para milenial sangat menyukai bila mereka dipahami dan dimengerti. Mendukung pasion mereka yang ingin mereka realisasikan, dan menyukai hal-hal yang dinamis. Sebagai HRD, pintar-pintar dalam memosisikan diri dan mengambil langkah kebijakan bagi mereka. Beberapa kiat dalam mengandle para karyawan milineial, yang pertama adalah ciptakan suatu kondisi kerja yang membuat mereka betah.

Generasi milenial adalah generasi yang tumbuh bersama tumbuhnya tren media sosial, dan tentu mereka amat sangat akrab dengan dunai media sosial mereka. Orang-orang yang selalu stay connected, mendamba kebebasan dan attractive. Ciptakan suasana kantor dengan mendesain ruangan yang mengusung tema-tema tersebut. Konsep open office, tanpa sekat dan situasi kerja yang friendly dan kolaboratif.

Kedua, tidak ada pendiktean kinerja. Beberapa ada yang berpendapat bahwa performance appraisal tidak cocok diterapkan bagi kaum milenial. Mungkin bisa ditengarai bahwa dari tipikal mereka yang kurang suka dikritik dan tidak suka dengan struktur yang rigid. Jadi performance appraisal yang pada dasarnya untuk mengukur dan memotivasi kerja, malah menjadi suatu demotivasi bagi karyawan., walau sebenarnya asumsi ini perlu diperdalam dan memerlukan riset lebih lanjut.

Ketiga, tetapkan tujuan. Sebagai generasi yang ambsius, bisa memberikan dampak yang besar bagi orang banyak adalah dambaan bagi mereka. Tetapkan tujuan pada cakupan yang lebih besar dalam rangka kontribusi pada sosial masyarakat (CSR), dan benar-benar dilakukan dan melibatkan karyawan-karyawan muda milenial tersebut. Perusahaan-perusahaan besar telah memnbuktikan dan memilki program CSR yang bagus, dan mbisa meningkatkan motivasi dan engament karyawan muda mereka.

Keempat, coaching itu perlu. Pasangkan karyawan-karyawan milenial dengan manager-manager yang memiliki kemampuan mentoring dan bisa mengimbangi kedinamisan mereka. Kencenderungan milenial yang senang dibimbing oleh mentor, tentu dengan cara-cara yang tepat dan disukai para milienial ini. Padukan metode mentoring dengan teknologi dan ciptakan suatu hubungan yang menguntungkan di dalamnya. Selain lewat teknologi juga penting dengan tatap muka langsung. Manager yang ditunjuk mau tidak mau harus beradaptasi dengan style mereka dan dengan teknologi terbaru.

Terakhir, bekali dan persiapkan mereka menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Banyak generasi milenial yang sudah memiliki follower yang banyak di media sosial mereka. Generasi milenial memiliki potensi menjadi orang yang berpengaruh di masa depan. Mengangkat isu-isu yang menjadi konsen mereka, dan berusaha mengubah dengan cara mereka sendiri. Mentoring yang cocok benar-benar bisa menggali potensi-potensi yang demikian.

 

Jadi, sudahkah siap untuk merekrut mereka?