Perihal Jam Kerja dan Pembagiannya

 

Dalam sistem ketenegakerjaan di Indonesia, yang terwujud dalam tatanan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, secara holistik mengatur semua lini dan aspek dalam suatu interkasi hubungan kerja anrtar pelaku industurial. Termasuk mengatur mengenai bagaimana ketentuan mengenai jam kerja yang semestinya dipenuhi serta regulasi bila bekerja melebihi jam kerja, atau sering disebut lembur/overtime.

Dalam Undang-Undang, jam kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan, yang mana dapat dilaksanakan pada siang hari  dan atau malam hari. Jam kerja bagi pekerja yang bekerja di sector swasta diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada pasal 77 hingga pasal 85.

Dalam kententuannya diatur bahwa seorang pekerja yang bekerja ditentukan lama kerja dalam satu hari adalah tujuh hingga delapan jam. Bagi pekerja yang tujuh jam kerja per hari berlaku atasnya 6 hari kerja setiap minggunya. Sedangkan bagi mereka yang bekerja delapan jam perhari berlaku 5 hari kerja setiap minggunya. Karena dalam ketentuan perundah-undangan setiap pekerja wajib memenuhi 40 jam kerja setiap minggunya.

Dalam penentuan jam kerja secara spesifik biasanya termuat dalam peraturan perusahaan (PP), atau dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 108 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, baik PP maupun PKB akan mulai berlaku ketika disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, yang dalam hal ini biasanya oleh Disnaker.

Pada ketentuan tersebut, diatur mengenai pembagian jam kerja, baik yang shift maupun nonshift. Untuk kerja nonshift merupakan kebalikan dari sistem kerja shift. Pada nonshift para pekerja bekerja dalam satu waktu (biasanya pagi hingga sore hari). Para pekerja yang non-shift kebanyakan adalah mereka yang bekerja di level management, ataupu di level staf yang memag dalam pengoperasiannya tidak dituntut untuk selalu stand by dalam 24 jam penuh.

Sedangkan untuk pembagian kerja secara shift adalah pembagian waktu kerja berdasarkan waktu tertentu. Tujuan dari pembagian secara shifting adalah untuk mengoptimalkan pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan. Sistem shift dianggap paling memungkinkan untuk memenuhi tuntutan akan produksi. Dengan sistem ini kemungkinan peningkatan produktifitas perusahaan akan semakin  meningkat. Biasanya sistem shift diberlakukan pada pekerja yang bekerja di bidang produki, keamanan, pelayanan dan bidang-bidang lain yang memungkinkan untuk selalu stand by 24 jam penuh.

Pada peraturan mengenai jam kerja, bahwa ketentuan mengenai lama kerja yaitu 40 jam dalam satu minggu tidak berlaku pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Mengacu kembali pada Undang-Undang Ketenagakerjaan khususnya pada pasal 77 ayat satu, bahwa ketentuan 40 jam dalam satu minggu tidak berlaku di semua sektor usaha. Ketentuan akan waktu kerja pada sektor tersebut untuk kemudian diatur dalam Keputusan Menteri, yakni Kepmenakertrans Nomor 233 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang dijalakan secara terus-menerus. Disebutkan secara jelas dalam pasal 3 ayat (1) sektor usaha atau pekerjaan yang dimaksud adalah antara lain : pekerjaan dibidang pelayanan jasa kesehatan, jasa transportasi, jasa perbaikan alat transportasi, pariwisata, pos dan telekomunikasi, penyedia tenaga listrik, pelayanan air bersih (PAM), penyedia bahan bakar minyak dan gas bumi, usaha swalayan, pusat perbelanjaan atau semacamnya, media masa, jasa pengamanan dan lembaga konservasi, serta sektor usaha yang apabila operasionalnya berhenti akan menggangu proses produksi, merusak bahan dan termasuk pemeliharaan/perbaikan alat produksi.

Bagi pekerja yang bekerja di sektor usaha di atas, dapat bekerja di luar ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003. Akan tetapi, setiap kelebihan jam kerja yang dilakukan oleh pekerja tersebut wajib dibayarkan atasnya uang lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.