Pada pemaparan sebelumnya, telah sedikit banyak dibicarakan mengenai kententuan yang mengatur jam kerja, baik yang mengikuti undang-undang maupun beberapa pengecualian yang belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Sehingga harus mengacu dalam putusan Kementrian Ketenagakerjaan dan Transmigraaso (Kemenakertrans) Nomor 233.
Dalam keputusan tersebut dipaparkan mengenai penggolongan sector usaha atau jenis pekerjaan yang diharuskan terus beroperasional. Sehingga dalam penentuan jam kerja pun memiliki mekanisme tersendiri. Dikarenakan penentuan jam kerja yang berbeda ini terdapat potensi kelebihan jam kerja atau sering disebut overtime/lembur.
Upah kerja lembur adalah upah yang diterima pekerja atas pekerjaannya mengacu dengan jumlah waktu kerja lembur yang dilakukan. Dalam Peraturan Menteri nomor 1 pasal1 ayat 1 Tahun 2004, waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi tujuh jam dalam sehari untuk enam hari kerja dan empat puluh jam dalam seminggu atau delapan jam sehari untuk lima hari kerja dan empat puluh jam seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah. Lembur maksimal tiap harinya adalah tiga jam setiap hari dan empat belas jam dalam satu minggu diluar istirahat mingguan atau hari libur resmi.
Kemudian, bagaimana penghitungan upah lembur?
Berdasarkan pada ketentuan yang tercantum dalam Kepmenakertrans Nomor 102/MEN/VI/2004, diberlakuka ketentuan sebagai berikut :
Jam pertama = 1,5 x 1/173 x Upah sebulan (upah sebulan (100%) terdiri dari upah pojok & tunjangan tetap)
Jam ke-2 – ke-3 = 2 x 1/173 x Upah sebulan (atau 75% upah bila upah yang berlaku terdirii dari upah pokok, Tunjangan tetap, dan tidak tetap, dengan syarat upah satu bulan lebih tinggi dari upah minimum).
Pada rumus diatas berlaku untuk untuk lembur pada hari biasa. Akan berbeda jika lembur dilakukan pada hari libur. Sehingga rumus yang berlaku adalah,
Pola enam hari kerja per minggu
- 7 jam pertama = 7 jam x 2 x 1/173 x upah sebulan
- Jam ke 8 = 1 jam x 3 x 1/173 x upah sebulan
- Jam ke-9 s/d jam ke-10 = 1 jam x 4 x1/183 x upah sebulan
Pola 5 hari kerja dalam satu minggu
- 8 jam pertama = 8 jam x 2 x 1/173 x upah sebulan
- Jam ke-6 = 1 jam x 3 x 1/173 x upah sebulan
- Jam ke-7 & ke-8 = 1 jam x 4 x 1/173 x upah sebulan
Perhitungan pada hari libur Resmi yang jatuh pada hari kerja terpendek semisal Jum’at
- 5 jam pertama = 5 jam x 2 x 1/173 x upah kerja
- Jam ke-6 = 1 jam x 3 x 1/173 x upah sebulan
- Jam ke-7 & ke-8 = 1 jam x 4 x 1/173 x upah sebulan
Contoh penghitungan
Seorang pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu, pada minggu pertama dia lembur pada hari minggu selama 7 jam. Kemudian di minggu berikutnya dia lembur 4 jam pada hari libur resmi yang jatuh pada hari Jumat. Gaji pokok pekerja tersebut adalah Rp 3,200,000.00 dengan tunjangan pokok Rp 300,000.00. sehingga take home pay pekerja tersebut adalah 3,500,000.00. berapa jumlah upah lembur yang dia peroleh?
6 hari kerja, dan lembur pada hari libur resmi nasional (hari Minggu) :
- 5 jam pertama = 5 x 2 x 1/173 x 3,500,000.00 = 202,312.00
Lembur pada hari libur nasional bertepatan pada hari kerja terpendek :
- 5 jam pertama = 5 x 2 x 1/173 x 3,500,000.00 = 202,312.00
- Jam ke-6 = 1 x 3 x 1/173 x 3,500,000.00 = 60,693.00
- Jam ke-7 = 1 x 4 x 1/173 x 3,500,000.00 = 80,924.00
Sehingga total upah lembur yang diterima adalah
(2 x 202,312.00) + 60,693.00 + 80,924.00 = 546,241.00
Di samping itu, akan ada sanksi tegas bagi pihak perusahaan bila dengan sengaja melalaikan dengan tidak membayarkan upah lembur bagi para pekerja. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 187 ayat 1, yaitu akan dikenakan sanksi pidana kurungan paling sedikit 1 bulan, dan maksimal 12 bulan dan atau dikenakan denda paling sedikit 10,000,000 dan paling banyak adalah 100,000,000.