Bagaimana Cara Mengahadapi Karyawan dengan Kepribadian Buruk?

 

 

Ada satu cerita dari salah seorang rekan sesama HRD yang mengeluhkan kesulitan yang dihadapinya. HRD tersebut menceritakan bahwa dalam perusahaan tempat dia bekerja ada seorang karyawan, yang memang dari sisi soft skill dia begitu baik. Termasuk karyawan yang cerdas dan cepat belajar serta terampil. Namun dibalik itu semua karyawan tersebut begitu kurang dari sisi kepribadian. Karyawan tersebut adalah orang yang individualis, cenderung menghambat kerja tim dan pernah ditengarai ada maksud menjatuhkan sesama karyawan lain.

Lantas HRD-nya bertanya bagaimana mengatasi karyawan tersebut? Mengingat si karyawan masih memiliki kontrak dengan perusahaan yang cukup panjang. Di samping itu, pada isi perjanjian kerja juga mengatakan bahwa bila salah satu pihak mengakhiri diwajibkan memberikan ganti rugi terhadap yang lain. Tentu pihak perusahaan keberatan akan hal itu.

Pihak HRD juga telah memberikan teguran, pengarahan hingga coaching bagi karyawan tersebut agar kecenderungan perilakunya bisa dibenahi. Namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Lalu sebagai HRD bagaimana langkah yang bijak?

Tentunya, untuk kasus demikian tidak mudah dalam menyikapi. Bila karyawan tersebut diterminasi/PHK tentu akan menyalahi aturan dan pihak perusahaan akan mengalami kerugian. Bila dipertahankan hingga akhir kontrak, akan menjadi ‘penyakit’ dalam perusahaan sehingga malah semakin banyak yang dirugikan. Sungguh suatu kondisi yang dilematis.

Perlu diingat bahwa, kepribadian merupakan salah satu aspek penting dalam merekrut seorang karyawan. Tidak melulu melihat sisi keterampilan yang bagus namun kemampuan interpersonal buruk. Akan menjadi catatan merah bagi bagian rekrutmen ketika meloloskan calon karyawan yang demikian. Akan lebih mudah memperbaiki dan meningkatkan keterampilan atau skill karyawan daripada memperbaiki kepribadian yang cenderung membutuhkan waktu yang bertahun-tahun.

Kemudian selain itu, kecenderungan kepribadian karyawan yang destruktif bukanlah suatu bentuk  pelanggaran baik itu di peraturan perundang-undangan, hingga pada sekup yang lebih kecil yaitu peraturan perusahaan. Jadi pihak HRD tidak bisa seenaknya melakukan terminasi untuk alasan kepribadian karyawan buruk.

Bila pada akhirnya pihak HRD melakukan terminasi pada karyawan tersebut, maka ada dua kemungkinan kerugian yang akan diterima. Pertama pembayaran ganti rugi kepada karyawan, dan kedua ada kemungkinan karyawan menggugat perusahaan karena alasan dirinya dipecat bukan suatu bentuk pelanggaran peraturan.

Langkah-langkah yang bisa diambil adalah tetap memberikan peringatan (SP I hingga III) tergantung dampak ‘keparahan’ yang disebabkan oleh karyawan tersebut. SP menjadi salah satu indikator yang cukup kuat ketika memutuskan karyawan akan diberikan perpanjang kontrak hingga promosi dan kenaikan gaji. SP juga menjadi salah satu alasan seorang karyawan terpaksa di terminasi.

Pada kasus ini, pemberian SP tidak serta merta karena kepribadian karyawan yang buruk, namun lebih kepada dampak yang ditimbulkanya kepada karyawan dan perusahaan. Sebagai contoh sesuai dengan apa yang disampaikan bahwa si karyawan cenderung menghambat dalam kerja tim. Menghambat kerja tim tentu berefek terhadap kinerja divisi tersebut, yang pada akhirnya bermuara pada perusahaan juga. Jadi ada dampak teknis yang bisa dijadikan dasar untuk mengeluarkan SP, dengan tetap melihat besar dampak yang ditimbulkan.

Apabila dengan cara memberikan SP juga dirasa tidak mempan, dan tidak merubah kondisi apapun, maka ada dua opsi di mutasi atau dirumahkan sementara. Opsi dirumahkan sementara adalah yang terbaik, namun belum ada peraturan perundang-udangan yang mengatur secara spesifik akan hal ini. Sehingga bisa merujuk pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE-05/M/BW/1998 tahun 1998 tentang Upah Pekerja yang Dirumahkan Bukan Kearah Pemutusan Hubungan Kerja.

Pada intinya, opsi ini adalah opsi tengah. Artinya karyawan tidak bekerja sehingga tidak merugikan karyawan lain, namun status kekaryawanannya masih melekat, karena tidak di PHK. Keuntungan dari opsi ini adalah untuk upah yang diberikan ke karyawan bisa dirundingkan sesuai dengan kesepakatan dengan karyawan. Tentu dengan merumahkan karyawan, perusahaan tidak akan bersedia membayar penuh upahnya.

Dalam Surat edaran tersebut tertera ketentuan sebagai berikut :

  1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam Perjanjian Kerja peraturan perusahaan atau Kesepakatan Kerja Bersama.
  2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
  3. Apabila perundingan melalui jasa pegawai perantara ternyata tidak tercapai kesepakatan agar segera dikeluarkan surat anjuran dan apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih maka masalahnya agar segera dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal”

Jadi sesuai dengan ketentuan yang tertulis terdapat negosiasi dengan pihak karyawan sebelum dirumahkan. Sehingga opsi merumahkan sementara merumakan solusi akhrir yang cukup bijak dan menekan kerugian baik bagi perusahaan maupun karyawan.

Sumber referensi hukum : hukumonline.com