BPJS atau singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan salah satu lembaga yang berada dalam naungan pemerintah yang khusus menangani jaminan sosial masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk bagi mereka yang bekerja. BPJS dibentuk dan menyelenggarakan jaminan sosial sesuai dengan dasar hukumnya yakni Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial.
BPJS terdiri dari dua domain besar yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, yang masing-masing memiliki fungi, tanggung jawab dan wewenang tersendiri. BPJS Kesehatan dibentuk sebagai upaya kongkrit pemerintah dalam mewujudkan sistem jaminan kesehatan nasional atau JKN, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan roadmap JKN, serta tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran. Implementasi BPJS Kesehatan diberlakukan per 1 Januari 2014.
Semua warga Negara Indonesia diwajibkan diikutkan menjadi pesera BPJS Kesehatan baik secara mandiri maupun melalui perusahaan tempat mereka bekerja, meski mungkin telah memiliki jaminan kesehatan lain seperti asuransi kesehatan dari perusahaan swasta. Selain itu termasuk pula bagi warga negara asing yang sudah bekerja di Indonesia sekurang-kurangnya 6 bulan.
Warga negara Indonesia yang menjadi peserta BPJS kesehatan dapat digolongkan menjadi 2 yakni peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) dan peserta non PBI. Peserta PBI adalah mereka yang secara ekonomi kurang mampu dan memerlukan bantuan dari pemerintah dalam pembayaran iuran jaminan sosialnya. Selain ekonomi yang kurang mampu, juga warga negara yang mengalami cacat total dan tidak mampu.
Kemudian golongan peserta non PBI adalah mereka yang bekerja (penerima upah) dan anggota keluarganya, yang terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS), anggota TN & Polri, pegawai swasta maupun jenis pekerjaan lain yang memenuhi kriteria penerima upah. Terdapat pula kelompok bukan penerima upah yakni mereka yang memberi kerja atau mempunyai usaha mandiri, investor, pensiunan PNS, TNI, Polri dan pejabat negara.
Bagi setiap perusahaan diwajibkan mendaftarkan setiap karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. Dalam praktiknya sering ditemukan bahwa karyawan yang didaftarkan BPJS Kesehatan sebelumnya merupakan peserta PBI. Dalam kasus demikian, perusahaan tidak perlu mendaftarkan yang bersangkutan karena sudah menjadi salah satu peserta PBI, kecuali si peserta mengundurkan diri dari kepesertaannya dan beralih menjadi peserta non PBI.
Secara peraturan memang, bagi mereka yang sebelumnya tidak mampu dan diikutkan dalam peserta PBI, kemudian memiliki pekerjaan atau penghasilan, wajib untuk membayarkan iuran BPJS Kesehatan secara mandiri. Namun, realitanya banyak tidak melakukan pelaporan. Alih-allih mengajukan diri menjadi peserta non PBI, mereka malah sengaja tidak merubah statusnya agar tetap dijamin oleh pemerintah. Terkadang dari pihak perusahaan pun cenderung diam karena mamang merasa terbantu dengan status PBI pada karyawannya, sehingga menggugurkan kewajiban mereka.
Terlepas dari itu semua, perlu diketahui, baik bagi perusahaan maupun karyawan mengenai besaran iuran setiap bulan yang harus dibayarkan. Terhitung sejak 1 Juli 2015 besaran tarif BPJS Kesehatan adalah 5% per bulan dari gaji atau upah dan tunjangan tetap setiap bulannya. Terkadang terdapat kekeliruan yang masih dialami yakni dalam penentuan besaran gaji sebagai dasar penghitungan pembayaran iurannya. Ada yang berpendapat bahwa yang menjadi dasar adalah total penghasilan yang didapat karyawan setiap bulannya (gaji pokok+tunjangan tunjangan tidak tetap), atau take home pay. Namun sebenarnya yang dipakai sebagai acuan adalah gaji pokok beserta tunjangan tetap, yang pasti didapat setiap bulan oleh karyawan.
Dari besaran 5% tersebut, pihak perusahaan diwajibkan membayarkan 4% dan sisasnya sebesar 1% persen dibayarkan oleh pihak karyawan melalui pemotongan gaji disetiap bulannya. Iuran bulanan ini mengcover total hingga 5 anggota keluarga sekaligus yakni pekerja yang bersangkutan, istri dan ketiga orang anaknya. Apabila nantinya pekerja memilki anak yang keempat atau bahkan masih memiliki orang tua atau mertua yang menjadi tanggungan maka diwajibkan membayar iuran per orang sebesar 1% dari gaji/upah, sesuai ketentuan yang dijelaskan sebelumnya.